Minggu, 25 Maret 2018

Banjir bandang pertama kali di dunia-Kisah Nabi Nuh

Nuh seorang yang benar (Kejadian 6:9, צַדִּיק - TSADIQ , adalah seorang anak dari Lamekh yang memiliki pribadi  beriman (Ibrani 11:7, της κατα πιστιν δικαιοσυνης - hê kata pistin dikaiosunês, harfilah "kebenaran sesuai dengan iman'), dan mempunyat persekutan dengan Allah, seperti dinyatakan oleh uraian 'dia hidup bergaul dengan Allah' (Kejadian 6:9). Dia juga digambarkan sebagai seorang yang tidak bercela di antara orang-orang sezamannya' (Kejadian 6:9). Umurnya 500 tahun sewaktu anaknya yang pertama lahir (KejADIAN 5:32), 600 thn sewaktu air bah timbul (Kejadian 7:11), dan meninggal pada usia 950 tahun (Kejadian 9:28, 29).
Menurut tafsiran Kejadian 6:3 yang dapat dipercaya, bersama dengan 1 Petrus 3 :20, sewaktu Nuh berusia 4S0 thn, Allah memberitahukan kepadanya, bahwa Dia akan memusnahkan manusia dari muka bumi, tapi Dia akan memberikan periode anugerah selama 120 tahun. Waktu itu Nuh harus membangun bahtera yang di dalamnya Nuh akan menyelamatkan keluarganya yang terdekat, dan hewan pilihan yg mewakili hewan lainnya (Kejadian 6:13-22). Mungkin sekali pada waktu itulah Nuh berkhotbah, tapi tidak ada pertobatan maka air bah datang dan memusnahkan semuanya, kecuali Nuh dan ketiga anaknya dengan istri masing-masing (Kejadian 7:7; 1 Petrus 3:20). Seusai air bah, Nuh yang mungkin sekali petani sebelumnya, membuat kebun anggur (Kejadian 9:20, yang dapat diterjemahkan 'Nuh, orang petani itu, membuat kebun anggur'). Nuh mabuk dan berkelakuan tidak senonoh di dalam kemahnya. Ham melihat ayahnya telanjang, memberitahukannya kepada kedua saudaranya, yang menutupinya dcngan sehelai kain. Mungkin sekali Kanaan, anak Ham, berbuat sesuatu yang tidak sopan terhadap kakeknya, sebab Nuh mengutuknya sesudah dia sadar dari mabuknya (Kejadian 9:20-27: lihat artikel HAM, di bawah).
Nabi Nuh mempunyai tiga anak lelaki : Sem, Ham dan Yafet (Kejadian 5:32; 9:18-19; 10:1), yang lahir sebelum air bah, dan yang menemani dia masuk ke dalam bahtera. Sesudah air bah mereka tersebar ke seluruh negeri  (Kejadian 9:19).
Pilihan Allah untuk keselamatan
Empat puluh hari empat puluh malam lamanya air bah itu turun; air itu naik dan mengangkat bahtera itu, sehingga melampung tinggi dari bumi (Kejadian 7:17). Air bah ialah luapan air yang ditimbulkan Allah pada zaman Nuh untuk memusnahkan segala-galanya dari muka bumi, kecuali kelompok kecil yang terpilih. Peristiwa itu ditulis dalam Kejadian 6-8. Kata yang dipakai dalam PL untuk menerangkan peristiwa ini ialah מַבּוּל - MABUL, beberapa ahli menafsirkan kata ini berasal dari kata יָבַל - YABAL, yang bermakna mengalir. Di luar cerita dalam Kejadian 6-11 kata ini hanya terdapat dalam Mazmur 29:10, dan karena itu harus diterima artinya sebagai air meluap secara besar-besaran, seperti yang dibicarakan dalam Kitab Kejadian. Dan air bah surut setelah seratus lima puluh hari lamanya (Kej. 8:3).
Isi Bahtera Nuh
Delapan orang diselamatkan dalam bahtera itu, yaitu Nuh beserta ketiga anaknya Sem, Ham dan Yafet. dan keempat istri mereka (Kejadian 6: 18: 7:7. 13: 2; Petrus 2:5). Di dalam bahtera Nuh juga diisi pasangan binatang jantan dan betina dari tiap  jenis binatang, termasuk binatang haram (Kejadian 6:19-20; 7:8-9, 14-15), namun ada tambahan 12 ekor binatang:  6 ekor jantan dan 6 ekor betina dari yang tahir dan menurut dugaan binatang itu  untuk makanan dan korban persembahan (7:2-3). Makanan untuk semua penghuni bahtera ini disimpan juga dalam kapal. Tak ada disebut mengenai binatang-binatang laut.
Turunnya air bah
Tatkala Nuh dengan keluarganya sudah masuk di dalam bahtera itu. Allah menutupnya di belakang Nuh (7: 16). lalu mencurahkan air ke bumi. Air ini datang dalam bentuk hujan (7:4. 12) dan dengan kekuatan yg demikian rupa sehingga Alkitab mengatakan, 'terbukalah tingkap-tingkap di langit' (7:11), suatu kiasan yang berbicara banyak. Permukaan air naik juga dari bawah, seperti dilukiskan dalam ungkapan 'terbelah segala mata air samudera air (tehomi yg dahsyat' (7:11), tapi ini mungkin hanyalah ungkapan kiasan, seperti yg diisyaratkan oleh pemakaian kata tehom, yg biasanya terdapat dalam syair, jadi tidak ada gunanya mencari gejala-gejala geologi dalam ungkanan ini.
Surutnya Air bah
Allah mengingat Nuh di dalam bahtera dan Allah membuat air terus-menerus surut,  sampai bahtera itu kandas di atas pegunungan Ararat (8:4). Untuk mengetahui apakah sudah aman untuk keluar dari bahtera terlebih dahulu dilepaskan oleh Nuh seekor burung gagak dan burung tersebut tidak kembali lagi mungkin mendapat daging bangkai sebagai makanan. dan bertengger di atas atap bahtera itu (8:7). Kemudian Nuh melepaskan burung merpati dua kali.  Burung merpati kedua membawa kembali sehelai daun zaitun, yang menandakan bahwa air sudah surut.  Daratan  menjadi kering,  sudah tersedia cukup makanan bagi semua binatang itu (8:8-11). Ketiga kalinya dilepaskan burung merpati tapi tidak kembali lagi (8:12). maka ia menganggap sudah waktunya untuk keluar dari bahtera. dan hal ini diperintahkan Allah kepadanya. Lalu Nuh mempersembahkan korban bakaran dari setiap binatang dan burung yang tahir dan Allah bersumpah tidak akan mendatangkan air bah lagi. (8:21: Yesaya 54:9). Kemudian Allah memberkati Nuh dan anak-anaknya (9:1) dan mengokohkannya dalam suatu perjanjian (9:11 ), dan tandanya adalah pelangi yang kelihatan di awan-awan (9:13- 17).
Kesimpulan
Itulah sejarah singkat tentang peristiwa air bah dan kisah Nabi Nuh. Allah telah berjanji bahwa hal yang sama tidak akan terjadi untuk kedua kalinya. Kita harus ingat, peristiwa munculnya pelangi sehabis peristiwa air bah mengingatkan kita bahwa karakter Kristus dan kasih Allah masih dapat kita rasakan hingga saat ini. Sebagai umat Kristen,  kita pun harus juga menjadi anak-anak Tuhan yang baik, yang taat pada perintah-Nya. Tujuannya agar Tuhan tidak lagi murka kepada manusia di bumi.

Daftar Putaka
Browning W.R.F,Kamus Alkitab,(Jakarta : BPK Gunung Mulia,2017)
De HEER J. J,Nama-nama pribadi dalam Alkitab,(Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1983)
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/nuh-sem-ham-yafet-vt325.com
Walker D. F,Konkordasi Alkitab, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004)